Process Safety Tips of the Week: PSM Audit Process
PSM Audit pada dasarnya adalah verifikasi indepen untuk memastikan bahwa PSM Sistem disebuah perusahaan berjalan sesuai tujuan dan ekspektasi yang tertulis dalam elemen-elemen PSM tersebut. Persyaratan Frekuensi Audit ini beragam mulai dari 2 tahunan, hingga penentuan frekuensi yang berbasis risiko. Sebuah implementasi PSM belum dikatakan memenuhi siklus penuh PDCA (Plan-Do-Check-Act), atau impelemtasinya belum “in-control”, bila belum melakukan verifikasi ini. Tabel di bawah ini merangkum persyaratan audit PSM dari berbagai referensi.
Seperti elemen PSM lain, PSM Audit juga menitikberatkan pada tiga aspek operasi yang saling berinteraksi yaitu: Plant, People and Procedure (Management System/MS), disingkat 3P. Karena mencakup ketiga aspek ini, maka PSM Audit umumnya harus setidaknya meliputi aktivitas sebagai berikut:
1. Site Verification (Plant)
2. Personnel Interview (People)
3. Document & Record Review (Procedure/MS)
Temuan dalam tiap aspek harus saling terkoraborasi. Artinya, temuan dari interview harus didukung dengan hasil verifikasi lapangan dan sebisa mungkin didukung oleh hasil peninjauan record. Temuan dari verifikasi lapangan harus dikalrifikasi lewat interview, dan sebisa mungkin merujuk pada dokumen tertulis, dan seterusnya. Misalnya, kondisi peralatan yang tidak baik sebelum dijadikan temuan, harus diklarifikasi dengan tim pemeliharaan dan operasi, dan didukung juga dengan hasil analisis atas record pemeliharaannya.
Dalam training PSM Auditor dan HSSE Management System LebSolution, kami tidak hanya mendiskusikan bagaimana cara mengelola elemen PSM Audit & Management Review, tapi juga memberikan tools dan best practice untuk menjadi auditor PSM yang baik. Beberapa diskusi berikut adalah sebagian pilihan tanya-jawab yang terjadi dalam training-training tersebut.

Q1: Mengapa perlu diadakan PSM Audit, apakah management review saja tidak cukup?
Management Review (MR) lebih bersifat evaluasi rutin yang dilakukan oleh manajemen dan pekerja yang terlibat langsung dalam pengelolaan elemen PSM tersebut. Intensi dari Management Review adalah menjadi pengecekan rutin yang mengisi kekosongan diantara satu audit ke audit lain. Audit dilakukan dengan periode tertentu seperti tercantum dalam tabel di atas. Sedangkan MR merupakan bagian dari day-to-day pengelolaan sistem PSM.
Bila MR umumnya dilakukan oleh System Owner bersama Koordinator sistemnya, audit umumnya dilakukan oleh tim yang lebih independen. Normalnya Management Review lebih bersifat informal, menggunakan analisa data dan record, pengukuran metrik dan KPI untuk memastikan efektivitas dari implementasi PSM.
Audit dilakukan dengan menggunakan protokol formal (prosedur, checklist, dsb.) untuk mengecek apakah ekspektasi dari sebuah emelen PSM sudah terpenuhi dalam implementasinya di suatu tempat kerja. Artinya, Audit melihat Systematic Compliance, sedangkan MR mengukur dan memperbaiki Implementation Effectiveness.
Dalam bahasa mudahnya, Audit mengecek apakah kita membawa payung sebelum hujan, dan apakah payung kita siap dibuka ketika hujan. Management Review, atau MR mengecek apakah payung yang kita siapkan tadi ketika dalam keadaan hujan cukup melindungi kita dari percikan air, apakah permukaan payung tadi ada yang sudah bolong dan perlu diperbaiki, dan apakah payung tersebut nyaman digunakan.
Kesimpulannya, baik Audit dan MR sama-sama diperlukan, dilakukan dengan frekuensi yang berbeda, oleh pihak dengan tingkat independensi yang berbeda dan dengan cara dan tujuan yang berbeda pula. Keduanya penting untuk memastikan kepatuhan (compliance –fokus dari Audit) dan kualitas implementasi (Effectiveness – fokus dari MR) PSM terjaga dalam operasi kita. Gambar di atas menunjukkan perbedaan antara Management SystemCompliance and Effectiveness. Mungkin kita akan diskusikan dalam Process Safety Tips of the Week berikutnya.
Q2: Apa perbedaan Process Safety Inspection dan PSM Audit?
Inspeksi dalam Process Safety pada dasarnya adalah obervasi lapangan untuk melihat/mencari keadaan berbahaya yang dapat menjadi sumber celaka atau setidaknya tanda-tanda pelemahan kedisiplinan operasi dan masalah integritas aset.
Audit di lain pihak melihat masalah secara sistematik. Temuan inspeksi umumnya bersifat implementasi lapangan: perbaiki pompa yang rusak, perbaiki pipa yang bocor, aktifkan Kembali detector yang sedang di-defeat, dan sebagainya. Temuan audit melihat masalah dari sisi sistem. Mengapa Pompa tersebut rusak? Apakah Kerusakan ini tidak terdeteksi dan termitigasi oleh sistem pemeliharaan yang ada? Apakah pompa tersebut sudah masuk kedalam sistem pemeliharaan sebagai aset yang terdaftar? Seberapa cepat, mudah dan terbuka pekerja melaporkan kondisi peralatan yang memburuk? Bagaimana manajemen merespon laporan tersebut? Apakah respon tersebut sudah sesuai dengan ekspektasi dari elemen PSM Perusahaan? Pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang umumnya diverifikasi oleh protocol audit.
Temuan Audit sebaiknya tidak berhenti pada sesuatu yang bersifat temuan inspeksi karena aspek inspeksi seharusnya dikelola melalui sistem lain (Process Safety Culture, Asset Integrity, dan sebagainya). Auditor harus bertanya lebih dalam dan melihat temuan inspeksi tersebut hanya sebagai “gejala” adanya pelemahan implementasi sistem.
Q3: Sebagai Auditor bagaimana cara kita untuk meminimalkan perdebatan dalam PSM Audit Exit Meeting?
Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam Audit. Namun, pada dasarnya apabila temuan ataupun bukit implementasi yang kita angkat didasarkan pada data yang objektif maka kedua belah pihak, baik Auditor maupun Auditee akan dapat menerimanya dengan baik. Gambar di bawah ini mengilustrasikan bagaimana temuan audit yang baik tersebentuk.
Temuan Audit yang baik harus didasarkan pada data yang objektif. Sebaliknya pula, bukti impelementasi yang kita berikan pada auditor juga harus bersifat objektif. Ada dua kriteria kunci dari data audit yang objektif:
1. Disimpulkan dari sample yang representative dan berjumlah cukup.
2. Data sudah melewati testing dan saling terkoraborasi antara temuan lapangan, data/catatan dan hasil interview
Apa itu sample? Sampel adalah jumlah pengamatan yang tidak bias yang diambil dari suatu populasi. Misalnya tidak mungkin kita memeriksa semua MOC di sebuah database MOC perusahaan. Auditor harus mengambil beberapa sample yang cukup random dan dengan jumlah cukup untuk merepresentasikan keseluruhan database MOC di operasi tersebut. Misalnya, bila auditor hanya memeriksa sepuluh dari lima ratus MOC terbaru yang dikeluarkan, dan hanya dari disiplin piping saja, maka temuan yang lahir dari temuan ini tidak representative. Mengapa? Bisa jadi MOC tersebut hanya dikeluarkan oleh dua-tiga engineer yang sama. Kedua engineer ini tidak bisa dianggap merepresentasikan seluruh departemen yang ada dalam organisasi itu. Ada disiplin lain yang mungkin lebih banyak menggunakan sistem MOC. Di tiap disiplin (proses, instrumen, piping, dsb.) mungkin juga ada lebih dari satu engineer dan seterusnya.
Maka, saat mengambil sampel, Auditor harus memahami teknik sampling yang baik. Pertama kita bisa saja mengambil sampel secara acak. Kedua, kita bisa juga mengacak sampel dengan mengambil nomor MOC tiap interval tertentu missal, MOC nomor #10, #30, #50, #70, dan seterusnya hingga jumlah yang cukup. Kemudian kita bisa mengacak sampel dengan mengambil semua MOC yang dikeluarkan pada minggu kedua di bulan ganjil selama tiga tahun terkahir. Dalam training LebSolution kami memberikan empat teknik sampling yang umum digunakan (CCPS, 2011) dan disingkat RIBS (Random, Interval, Block dan Startification). Intinya kita harus memastikan bahwa sampel cukup acak agar bisa digunakan untuk merepresentasikan keseluruhan organisasi tersebut.
Sampel juga harus cukup, sesuai dengan jumlah populasi yang ada. Umumnya memeriksa 10-20 % dari total sampel dianggap cukup. Namun untuk populasi yang berjumlah ribuan seperti maintenance record, mungkin hal ini tidak praktis. Perlu ada pemilihan Jumlah yang cukup dan parktis dalam menentukan Jumlah sampel. Tabel di bawah ini merupakan salah satu referensi yang dapat kita gunakan.
Terakhir data juga harus saling terkoraborasi. Usaha kita untuk memastikan bahwa sebuah kelompok data bisa dianggap valid sebagai dasar temuan disebut testing. Apabila kita menemukan anomali dalam pemeriksaan dokumen, maka kita harus mengklarifikasinya saat interview. Jangan-janagn hanya kesalahan penulisan atau kita yang salah menginterpretasikan data tersebut. Kita bisa juga melakukan perhitungan independen untuk mengecek perhitungan yang ada. Apabila memungkinkan kita juga memeriksa anomali ini secara fisik di lapangan. Ketika ketiga aspek tersebut saling mengkonfirmasi, maka kita memiliki temuan yang objektif. Temuan yang objektif, pada dasarnya tidak akan atau lebih kecil kemungkinannya untuk diperdebatkan.
Temuan yang tidak terkoraborasi akan bersifat bias dan menimbulkan perdebatan pada saat exit meeting. Sebuah keadaan yang tidak nyaman yang mungkin banyak dialami oleh pembaca, baik sebagai auditor maupun sebagai auditee.
Demikian sebagian diskusi yang terjadi pada training PSM Audit yang cukup menarik untuk didiskusikan. Semoga bisa bermanfaat bagi implementasi PSM dan HSE-MS di tempat kerja kita masing-masing.
“Written by Adam Maulana Musthafa, ST, MT, IPM, CFSP, CCPSC”
Technical Director LebSolution Indonesia