Process Safety Tips of the Week: Tiga (3) Common Mistake dalam Menerapkan Metrics dan KPI Keselamatan Proses (PSM)
Pada artikel sebelumnya kita membahas salah satu peran kunci dari peran Management dalam PSM adalah melakukan measurement. Salah satu ciri penerapan PSM yang efektif adalah adanya pengukuran kinerja sistem dan verifikasi proses yang disiplin. PSM Metrics, adalah indikator baik leading maupun lagging yang digunakan untuk mengukur efektivitas penerapan PSM dan sekaligus menjadi alat verifikasi atas dijalankan atau tidaknya sebuah peroses dalam PSM.
Leading Indicator umumnya adalah pengukuran dan pengambilan data dari implementasi sebuah proses dalam PSM. Lagging Indicator umumnya berupa hasil/akibat dari diimplementasikan atau tidaknya proses tersebut. Jumlah MOC yang belum terselesaikan lebih dari dua tahun, misalnya adalah leading indicator (data dari proses implementasi MOC). Insiden yang terjadi yang penyebab utamanya terkait dengan kelemahan pengelolaan perubahan adalah lagging indicator (produk dari tidak diimplementasikannya MOC).
Management review, dimana metrics dan KPI ini dibahas adalah salah satu alat utama untuk mendorong penerapan PSM (dan management system lain) yang berkesinambungan. Namun, dalam penetapan metrics dan KPI ini, bisa jadi kita terjebak dalam kekeliruan-kekeliruan berikut. Artikel ini memberikan tiga contoh dari banyak pitfall yang dapat kita hindari dalam implementasi metrics dan KPI PSM.
1. Semakin Banyak Metrics dan KPI, Semakin Hebat
Tendensi bagi kita yang baru belajar atau memulai mengaplikasikan metrics dan KPI adalah membuat metrics dan pengumpulan data sebanyak-banyaknya. Padahal, banyaknya metrics dan KPI tidak berbanding lurus kematangan implementasi sistem (baik PSM, SMK3 atau pun sistem lainnya). Pertama, cakupan dari metrics dan KPI harus disesuaikan dengan bentuk operasi dan risiko yang dihadapi organisasi. Sebuah pabrik ekstraksi cair yang tidak menggunakan gas berbahaya atau mudah terbakar apapun, misalnya tidak perlu memiliki KPI kebocoran gas.
Kedua, pengumpulan data harus menyeimbangkan usaha yang diperlukan untuk mengumpulkan, merapikan dan menganalisa data tersebut dengan value yang dapat diambil (CCPS, 2009). Sebagai contoh, menghitung jumlah deviation HAZOP yang sudah dibahas dalam seluruh PHA atas sebuah fasilitas operasi dari fase desain hingga hari ini akan memerlukan usaha besar, namun tanpa insight yang terlalu berarti. Tapi, mengukur jumlah rekomendasi yang berulang dari satu HAZOP ke HAZOP berikutnya untuk fasilitas yang sama menunjukkan kedisiplinan suatu organisasi untuk menyelesaikan rekomendasi HAZOP-nya.
Ketiga, semakin banyak jenis data yang harus dikumpulkan, semakin encer analisanya. Pernah mendengar istilah Analysis paralysis? Analysis paralysis adalah fenomena di mana kita tidak dapat mengambil keputusan atau kesimpulan atas data yang demikian banyak dan menenggelamkan kita. Mengumpulkan data yang terlalu banyak membebani organsiasi dan menurunkan reliabilitasnya dalam pengumpulan, penyepakatan dan analisa datanya.
Terakhir, dengan data yang demikian banyak sebenarnya kita menaruh organisasi kita pada “unnecessary legal liability”. Ketika terjadi insiden, atau kesalahan pengukuran, perhitungan, dan interpretasi data, semua metrics dan KPI ini harus dipertanggung jawabkan dan dapat menjadi objek investigasi dan audit.
2. Menetapkan Target yang “Kurang Menantang”
Kita semua mungkin pernah melihat dashboard atau summary KPI yang dipenuhi warna “hijau” seperti hutan hujan yang subur. Management yang berpangalaman akan melakukan evaluasi yang lebih kritis Ketika dihadapkan pada dashboard semacam ini. Dashboard semacam ini umumnya terjadi karena dua hal. Pertama, bisa jadi memang data yang diambil tidak akurat atau dimanipulasi. Kedua, bisa jadi target yang diberikan terlalu mudah. Ketika keduanya terjadi, hasil akhirnya akan sama: hilangnya “sense of vulnerability” atau kewaspadaan organisasi akan bahaya proses dan kedisiplinan operasi.
Hilangnya “sense of vulnerability” atau kewaspadaan organisasi ini terjadi karena metrics dan KPI jelas menunjukkan semua baik-baik saja. Padahal, sistem dibentuk dari interaksi antara manusia, prosedur/proses dan peralatan. Ketiganya memiliki kemungkinan salah, tidak reliable, dan memiliki ketidaksempurnaannya masing-masing. Selalu ada hal untuk diperbaiki dalam Management System (karenanya siklus PDCA diterapkan). Menerapkan target yang terlalu mudah justru berakibat buruk, alih-alih menaikkan motivasi organisasi secara keseluruhan, pekerja justru kehilangan kewaspadaannya, atau bahkan bisa jadi kehilangan kepercayaanya atas integritas proses evaluasi yang dilakukan.
Tahukah Anda, bahwa salah satu temuan dari insiden Piper Alpha, adalah bahwa implementasi Permit to Work (PTW) platform tersebut adalah “semuanya baik”. Bagi praktisi yang berpengalaman, hal ini justru menjadi red flag, bahwa ada yang salah dalam sistem tersebut, baik itu dalam proses pengumpulan datanya, verifikasi prosesnya atau integritas data itu sendiri.
3. Metrics dan KPI hanya “Sekedar Ada” dan Tidak Menjadi Keputusan atau Tindakan
Pengukuran dan verifikasi dilakukan untuk melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Artinya, metrics dan KPI yang baik harus melahirkan keputusan dan tindakan dari manajemen. Tindakan yang dimaksud bisa jadi perbaikan, maupun reward and recognition. Ketika performa dan hasil verifikasi menunjukkan pelemahan, tugas pemimpin adalah melakukan intervensi, menekankan kembali pentingya implementasi sebuah proses, dan memotivasi pekerja untuk melakukan hal yang benar. Sebaliknya, Ketika performa dan hasil verifikasi menunjukkan hasil yang baik, tugas pemimpin adalah memberikan reward and recognition yang sepantasnya.
Ketika Metrics dan KPI hanya “Sekedar Ada”, tanpa ada tindak lanjutnya, keduanya hanya menjadi data, tanpa makna. Hanya ketika data tersebut digunakan, data tersebut menjadi informasi, pengetahuan dan lahir maknanya. Salah satu cara melihat apakah proses Management Review PSM berjalan dengan baik atau tidak adalah melihat dalam rangkuman rapatnya, apakah ada tindak lanjut, keputusan ataupun Tindakan manajemen yang didasarkan atas data metrics dan KPI tersebut.
Demikian tiga (3) dari banyak common pitfall dalam Menerapkan Metrics dan KPI Keselamatan Proses (PSM). Dengan menghindari ketiganya kita dapat menerapkan sistem PSM yang lebih ramping, sehat dan efektif. Terima kasih sudah membaca artikel singkat ini.
Adam M Musthafa, ST, MT, IPM, CFSP, CCPSC
LebSolution Indonesia